Selasa, 06 Desember 2011

yadnya


BENTUK-BENTUK YADNYA Dalam KEHIDUPAN SEHARI- HARI Dan SLOKA
Agama Hindu, atau Agama Veda, tidak hanya sekedar suatu Agama. Ia adalah jalan spiritual dan cara hidup. Veda diwahyukan bersamaan dengan kesadaran manusia akan kemampuannya berpikir. Hyang Widhi yang dalam Rg-Veda disebut sebagai Prajapati, telah ber-Yadnya menciptakan semesta dengan inti manusia sebagai ciptaan-Nya yang utama.
Diantara mahluk-mahluk hidup, manusialah yang mempunyai kemampuan berpikir sehingga kepada manusia ajaran-ajaran Veda diwahyukan agar kehidupan semesta dapat terwujud sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia.
Hyang Widhi telah melakukan Yadnya sebagai suatu bentuk pengorbanan yang suci dan tulus ikhlas. Dengan demikian maka manusia pun melakukan yadnya dengan mengorbankan dirinya sendiri. Pengorbanan itu dapat berwujud dan dapat pula tidak berwujud.
Pengorbanan yang berwujud berupa benda-benda dan kegiatan, sedangkan pengorbanan yang tidak berwujud adalah berupa “tapa” atau pengekangan indria dan pengendalian diri agar tidak menyimpang dari ajaran Veda.
Pentingnya ber-yadnya bagi manusia, tersirat dari Bhagawadgita Bab III.9:
Yajnarthat karmano nyatra, loko yam karmabandhanah, tadartham karma kaunteya, muktasangah samacara
“Selain kegiatan yang dilakukan sebagai dan untuk yadnya, dunia ini juga terikat oleh hukum karma. Oleh karenanya lakukan tugasmu ber-yadnya, bebaskan diri dari semua ikatan; lakukan yadnya tanpa memikirkan hasil, dengan tulus ikhlas dan untuk Tuhan.”
Juga dalam Bhagawadgita Bab IV pasal 19 ada disebutkan tentang hal ini:
Yasya sarve samarambhah, kamasamkalpavarjitah, jnanagnidagdhakarmanam, tam ahuh panditham budhah
“Ia yang segala perbuatannya tidak terikat oleh angan-angan akan hasilnya dan ia yang kepercayaannya dinyalakan oleh api pengetahuan, diberi gelar Pandita oleh orang-orang yang bijaksana.”
Berbagai bentuk yadnya dan nilai-nilai symbolisnya ditemukan dalam Bhagawadgita Bab IV pasal 23 sampai 30 di mana disimpulkan bahwa tiap-tiap usaha yang berakibat mengurangi rasa keakuan dan mengurangi nafsu rendah semata-mata untuk mewujudkan bhakti kepada Hyang Widhi, adalah pengorbanan.
Oleh karena itu maka bentuk yadnya dapat digolongkan kedalam empat besar, yaitu: Widhi Yadnya, Druwya Yadnya, Jnana Yadnya, dan Tapa Yadnya.
1.WIDHI YADNYA
Widhi Yadnya adalah bentuk yadnya yang diadakan dengan berlatar belakang pada kehidupan manusia yang mempunyai “hutang-hutang” atau Rnam. Rnam itu ada tiga, yaitu Dewa Rnam, Rsi Rnam, dan Pitra Rnam.
Dewa Rnam adalah hutang manusia kepada Hyang Widhi, karena berkat anugrah-Nya atman atau roh dapat ber-reinkarnasi menjadi manusia; Rsi Rnam adalah hutang manusia kepada para Maha-Rsi yang telah menyebarkan ajaran Veda sebagai pangkal ilmu pengetahuan sehingga manusia mempunyai kemampuan meningkatkan kualitas kehidupannya; Pitra Rnam adalah hutang manusia kepada leluhur sebagai yang mengembangkan keturunan.
Manusia yang berbudi hendaknya menyadari adanya Tri Rnam ini serta melakukan yadnya sebagaimana disebutkan dalam Manawa Dharmasastra Buku ke-IV (Atha Caturtho Dhayah) pasal 21:
Rsi yajnam devayadnam bhuta yajnam ca sarvada, nryajnam pitryajnam ca yathacakti na hapayet
“Hendaknya janganlah sampai lupa, jika mampu melaksanakan yadnya untuk para Rsi, para Dewa, kepada unsur-unsur alam (Bhuta), kepada sesama manusia dan kepada para leluhur.”
Ajaran ini berkembang di Nusantara sebagai “Panca Yadnya” dengan urutan: Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya.
Tri Rnam “dibayar” dengan Panca Yadnya, sebab ada yadnya-yadnya yang bermakna atau bertujuan sama dalam kaitan Rnam, yaitu: Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya ada dalam kaitan Dewa Rnam; Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya ada dalam kaitan Pitra Rnam, dan Rsi Yadnya khusus untuk Rsi Rnam.
2.DRUWYA YADNYA
Druwya Yadnya adalah pengorbanan dalam bentuk materi yang diberikan kepada seseorang yang membutuhkan. Dalam keseharian Druwya Yadnya ini dikenal dengan kegiatan me-Dana Punia. Dana Punia yang dilakukan tanpa mengharap balas jasa itulah yang utama sebagaimana disebutkan dalam Bhagawadgita XVII pasal 20:
Datavyam iti yad danam, diyate nupakarine, dese kale ca patre ca, tad danam sattvikam smrtam
“Pemberian dana yang dilakukan kepada seseorang tanpa harapan kembali, dengan perasaan sebagai kewajiban untuk memberi kepada orang yang patut dalam waktu dan tempat yang patut itulah yang disebut sattvika (baik).”
3.JNANA YADNYA
Jnana Yadnya adalah pengorbanan dalam bentuk kegiatan belajar dan pembelajaran. Bhagawadgita VII membedakan antara Vijnana dengan Jnana sebagai berikut: Vijnana adalah pengetahuan yang berdasarkan pemikiran dan kecerdasan, sedangkan Jnana adalah pengetahuan mengenai ke-Tuhan-an.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa Jnana tidak mungkin diperoleh tanpa Vijnana, karena Vijnana adalah dasar yang kuat untuk meningkatkan pengetahuan rohani. Jnana Yadnya tidak hanya bermanfaat bagi orang lain, tetapi juga bagi diri sendiri, karena sangat membantu upaya manusia dalam pendakian kesadaran spiritual.
Kegiatan belajar dan proses pembelajaran adalah contoh Jnana Yadnya yang disebut sebagai bentuk Yadnya yang lebih agung, dalam Bhagawadgita IV pasal 33:
Sreyan dravyamayad yajnaj, jnanayajnah paramtapa, sarvam karma khilam partha, jnane parisamapyate
“Persembahan korban berupa ilmu pengetahuan adalah lebih agung sifatnya dari korban benda yang berupa apa juapun, sebab segala pekerjaan dengan tiada kecuali memuncak dalam kebijaksanaan yang diperoleh melalui pengetahuan.”
4.TAPA YADNYA
Tapa Yadnya adalah pengorbanan atau yadnya yang tertinggi nilainya karena berwujud sebagai pengendalian diri masing-masing individu. Tapa Yadnya juga disebut sebagai kegiatan pendakian spiritual seseorang dalam upaya meningkatkan kualitas beragama.
Tahapan-tahapan peningkatan kualitas beragama, menurut Lontar Sewaka Dharma adalah:
  1. Ksipta, seperti perilaku ke-kanak-kanakan yang cepat menerima sesuatu yang dianggapnya baik tanpa pertimbangan yang matang.
  2. Mudha, seperti perilaku pemuda: pemberani, selalu merasa benar, kurang mempertimbangkan pendapat orang lain.
  3. Wiksipta, seperti perilaku orang dewasa, mengerti hakekat kehidupan, memahami subha dan asubha karma.
  4. Ekakrta, seperti perilaku orang tua, yaitu keyakinan yang kuat pada Hyang Widhi, mempunyai tujuan yang suci dan mulia.
  5. Nirudha adalah perilaku orang-orang suci, penuh pengertian, bijaksana, segala pemikiran perkataan dan perbuataannya terkendali oleh ajaran-ajaran Agama yang kuat, serta mengabdi pada kepentingan umat manusia.
Setelah melalui proses belajar dan pembelajaran dalam filosofi Veda, manusia akan dapat membuat perubahan kualitas kehidupan yang nyata dapat dirasakan, dan juga meluasnya lingkaran pengaruh individu kepada lingkungannya. Dikaitkan dengan prinsip-prinsip Sanatana Dharma, maka kualitas kehidupan manusia dari zaman ke zaman akan semakin membaik seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dilihat dari waktu pelaksanan yadnya, maka yadnya dapat dibedakan menjadi :
A. SEHARI-HARI ( NITYA KARMA ).
Pelaksanaan Hari Raya Sehari-Hari Jenisnya Adalah :
- Surya sewana ( pemujaan setiap hari kepada Dewa Surya ).
- Ngejot ( upacara saiban, biasanya setelah memasak hidangan ). Yadnya sesa yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya, setelah memasak atau sebelum menikmati makanan. Tujuannya adalah menyampaikan rasa syukur dan trimakasih kepada-Nya.
            Adapun tempat –tempat melaksanakan persembahyangan yadnya sesa adalah sebagai berikut:
1.      Diatas atap rumah, diatas tempat tidur (pelangkiran), persembahan ini ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa beliau sebagai ether.
2.      Di tungku atau kompor, dipersembahkan kehadapan dewa Brahma
3.      Di tempat air dipersembahkan kehadapan Dewa Wisnu.
4.      Di halaman rumah, dipersembahkan kepada Dewi Pertiwi
Disamping tempat tempat tersebut ada juga yang menyebutkan mebanten saiban dilakukan di tempat tempat seperti berikut :
a.       ditempat beras
b.      di tempat sombah
c.       ditempat menumbuk beras
d.      di tungku dapur
e.       di pintu keluar pekarangan (lebuh)
- Melaksanakan Puja Tri Sandya ( tiga kali sehari ), yaitu tiga kali menghubungkan diri (sembahyang)kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Puja Tri Sandya merupakan bentuk yadnya yang dilaksanakan setiap hari, dengan kurun waktu pagi hari, tengah hari, dan pada waktu senja hari. Guna untuk memohon anugrah Nya.
- Jnana yadnya , persembahan ini dalam bentuk pengetahuan. Jnana yadnya merupakan bagian dari panca maha yadnya. Persembahan ini ditujukan kehadapan para maha rsi yang menerima wahyu ” veda ” dari Tuhan dan beliau yang menyebarkan ajaran-ajaran-Nya.
B. SEWAKTU-WAKTU ( NAIMITIKA KARMA )
Adalah persembahan atau yadnya yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu berdasarkan tempat, waktu, dan keadaan ” desa, kala dan patra “. Naimitika yadnya merupakan yadnya yang dipersenbahkan atau yang dilakukan oleh umat hindu, hanya pada hari atau waktu-waktu tertentu saja.
Adapun jenisnya antara lain :
A. BERDASARKAN PERHITUNGAN SASIH ATAU BULAN
Yadnya yang dilaksanakan atau dipersembahkan berdasarkan perhitungan sasih atau bulan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasinya antara lain : purnama tilem, siwa ratri, nyepi atau tahun baru saka
B. BERDASARKAN ADANYA PERISTIWA ATAU KEJADIAN YANG DIPANDANG PERLU UNTUK MELAKSANAKAN YADNYA.
Yang dimaksud peristiwa atau kejadian dalam hal ini adalah suatu kejadian yang terjadi dengan keanehan-keanehan tertentu, sangat tidak diharapkan, lalu semua itu terjadi. Dalam bentuk dan kehidupan ini banyak peristiwa-peristiwa penting yang sulit diharapkan bisa terjadi. Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan yadnya yan dipersembahkan antara lain : upacara ngulapin untuk orang jatuh., yadnya rsi gana, yadnya sudi-wadani dan yang lainnya.
C. BERDASARKAN PERHITUNGAN WARA
            yaitu perpaduan antara tri wara dengan panca wara, seperti hari kajeng kliwon. Kemudian perpaduan antara sapta wara dengan panca wara, seperti buda wage, buda kliwon, dan anggara kasih.
D. BERDASARKAN ATAS PERHITUNGAN WUKU
seperti Galungan, Kuningan, Saraswati, dan Pagerwesi
Selain hal tersebut perlu juga diketahui bahwa pada prinsipnya yadnya harus dilandasi oleh Sradha, ketulusan, kesucian, dan pelaksanaannya sesuai sastra agama serta dilaksanakannya sesuai dengan desa, kala, dan patra (tempat, waktu, dan keadaan)
Dilihat dari kuantitasnya maka yadnya dibedakan menjadi berikut :
1.      Nista, artinya yadnya tingkatan kecil. Tingkatan nista ini dibagi menjadi 3, yaitu :
a.       Nistaning nista adalah terkecil di antarayang kecil
b.      Madyaning niasta adalah sedang di antara yang kecil
c.       Utamaning nista adalah terbesar diantara yang kecil
2.      Madya, artinya sedang, yang terdiri dari 3 tingkatan :
a.       Nistaning madya adalah terkecil di antarayang sedang
b.      Madyaning madya adalah sedang di antara yang sedang
c.       Utamaning madya adalah terbesar diantara yang sedang
3.      Utama , artinya besar, yang terdiri dari 3 tingkatan :
a.       Nistaning utama adalah terkecil di antara yang besar
b.      Madyaning utama adalah sedang di antara yang besar
c.       Utamaning utama adalah yang paling besar
Keberhasilan sebuah yadnya bukan dari besar kecilnya materi yang dipersembahkan, namun sangat ditentukan oleh kesucian dan ketulusan hati.
            Selain itu juga ditentukan oleh kualitas dari yadnya itu sendiri. Dalam Kitab Bhagawadgita, XVII. 11, 12, 13 menybutkan ada tiga pembagian yadnya ynag dilihat dari kualitasnya, yaitu :
1.      Tamasika yadnya adalah yadnya yang dilaksanakan tanpa mengindahkan petunjuk-petunjuk sastra, mantra, kidung suci, daksina dan sradha.
2.      Rajasika yadnya adalah yadnya yang dilaksanakan dengan penuh harapan akan hasilnya dan bersifat pamer serta kemewahan.
3.      Satwika yadnya adalah yadnya yang dilaksanakan beradasarkan sradha, lascarya, sastra agama, daksina, mantra, gina annasewa, dan nasmita.
Berikut adalah kutipan kitab Bhagawadgita XVII. 12, sebagai berikut :
Abhisandhaya tu phalam dambhartham api cai vayat ijyate bharasrestha tam yajnan Viddhi rahasam
“tetapi yang dipersembahkan dengan harapan pahala, dan semata mata untuk keperluan kemegahan semata, ketahuilah, wahai putra terbaik dari keturunan Bharata, itu adalah merupakan yadnya yang bersifat rajas”
            Selanjutnya kutipan sloka kitab Bhagawadgita XVII. 11, sebagai berikut :
Aphalakankshibhir yajno vidhidritoya ijyate,yashtavyam eve’ti manah, samadhya sa sattvikah”
“yadnya menurut petunjuk petunjuk kitab suci, dilakukan orang tanpa mengharapkan pahala, dan percaya sepenuhnya upacara ini, sebagai tugas kewajiban adalah sattwika”
Dari tiga kuliatas pelaksanaan yadnya diatas, dijelaskan ada tujuh syarat yang wajib dilakasakan untuk mewujudkan sattwika yadnya, yaitu :
1.      Sradha, artinya melaksanakan yadnya dengan penuh keyakinan.
2.      Lascarya, artinya yadnya yang dilaksanakan dengan penuh keiklasan.
3.      Sastra, artinya melaksanakan yadnya dengan berlandaskan sumber sastra, yaitu Sruti, Smrti, Sila, Acara dan Atmanastuti
4.      Daksina, artinya pelaksanaan yadnya dengan sarana upacara (benda dan uang)
5.      Mantra dan gita artinya yadnya yang dilaksdanakan dengan melantunkan lagu lagu suci untuk pemujaan
6.      Annasewa, artinya yadnya yang dilaksanakan dengan persembahan jamuan makan kepada para tamu yang menghadiri upacara
7.      Nasmita, artinya yadnya yang dilaksanakan denagn tujuan bukan untuk memamerkan kemewahan dan kekayaan.
Selanjutnya di dalam kitab Sarasamscaya dijelaskan tentang pelaksanaan punia atau persembahan yang berkualitas adalah sebagai berikut :

Sarwaswaswamapi yo dadyat kalusenantaratmana, na tena swargamapnoti cittahmawarta karanam
Ndatan pramana kwehnya yadyapin sakwehaning drbyanikang wwang, punyakenanya, ndan yana angelah buddinya, kapalangalang tan tulus tyaga, tan paphala ika, sang ksepanya, sraddhaning manah prasiddha karananing phala

                                                                                                            (Sarasmuscaya 207)
“bukan besar jumlahnya, walaupun semua miliknya seseorang yang ada dipuniakan, namun jika tidak sesuai dengan buddinya, bimbang dan tidak tulus iklas (melepaskannya, itu tidak berpahala, singkatnya keyakinan pikiran yang menyebabkan berhasilnya pahala itu  ”

            Dari unsur sarana atau benda upacara juga telah dijelaskan dalam kitab Bhagwadgita, IX. 26, sebagai berikut:

Pattram pusapam phalam toyam, yo me bhaktya prayacchati,tad aham bhaktyupahrtam asnami prayatatmanah

“siapa yang sujud kepada-Ku dengan persembahan setangkai daum, sekuntum bunga, sebiji buah buahan atau seteguk air, Aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci.”


Demikianlah hasil diskusi kami kelompok VI, semoga bermanfaat